Dunia Telekomunikasi Indonesia mulai mengalami kejenuhan dan bukan lagi di jaman Ke Jayaannya.
Pembangunan Infrastruktur BTS mengalami banyak penurunan mulai dari kualitas sampai dengan nilai proyek yang diberikan dari Main Contractor ke Sub Contractor. Akibat dari hal ini banyak perusahaan yang bergerak di bidang telekomunikasi yang gulung tikar atau bangkrut.
Hal lain yang lebih parah adalah dari segi pembayaran proyek proyek yang selalu molor dengan alasan yang seperti diada-adakan. Seperti dokumen yang belum lengkap atau BAST yang belum ditanda tangani operator dan lainnya padahal pekerjaan yang dilakukan sudah selesai dan bahkan infrastrukturnya sudah berdiri berbulan bulan atau sudah disetujui dalam meeting. Invoicepun dan kuintansi sudah dimasukan sebagai tanda sudah bisa ditagih tapi kenyataan pembayaran tetap saja molor baik itu karna prosedur pencairan yang memakan waktu dua minggu dari bahkan lebih serta terkadang tidak ada kejelasan akan dicairkan kapan.
Pembayaran Proyek Telekomunikasi yang sering molor berdampak pada kinerja perusahaan baik dari segi keuangan maupun kualitas kerja. Dampak yang paling terasa terjadi pembayaran gaji karyawan yang molor berakibat aktivitas karyawan juga menjadi kurang produktif.
Bagi perusahaan yang menjadi provider mungkin tidak terasa dan tidak menjadi masalah dalam pikiran mereka masih banyak yang lain yang mau ambil proyek yang mereka berikan. Berbeda dengan kondisi Main Contractor Sub Contractor atau Freelencer pekerja Telekomunikasi yang akan berakibat kebangkrutan.
Hal ini terjadi saat ini dan sampai kapan akan berubah dan menjadi baik nilai kontrak maupun sistem pembayaran proyek telekomunikasi di Indonesia.
Hal ini peran regulasi sangat diperlukan baik pengawasan maupun tidak terhadap perusahaan perusahaan yang melakukan hal tersebut baik memberikan proyek dengan nilai yang tidak layak maupun sistem pembayaran yang sering molor maupun termin pembayaran yang begitu panjang baik waktu mau terminnya.
Pembangunan Infrastruktur BTS mengalami banyak penurunan mulai dari kualitas sampai dengan nilai proyek yang diberikan dari Main Contractor ke Sub Contractor. Akibat dari hal ini banyak perusahaan yang bergerak di bidang telekomunikasi yang gulung tikar atau bangkrut.
Hal lain yang lebih parah adalah dari segi pembayaran proyek proyek yang selalu molor dengan alasan yang seperti diada-adakan. Seperti dokumen yang belum lengkap atau BAST yang belum ditanda tangani operator dan lainnya padahal pekerjaan yang dilakukan sudah selesai dan bahkan infrastrukturnya sudah berdiri berbulan bulan atau sudah disetujui dalam meeting. Invoicepun dan kuintansi sudah dimasukan sebagai tanda sudah bisa ditagih tapi kenyataan pembayaran tetap saja molor baik itu karna prosedur pencairan yang memakan waktu dua minggu dari bahkan lebih serta terkadang tidak ada kejelasan akan dicairkan kapan.
Pembayaran Proyek Telekomunikasi yang sering molor berdampak pada kinerja perusahaan baik dari segi keuangan maupun kualitas kerja. Dampak yang paling terasa terjadi pembayaran gaji karyawan yang molor berakibat aktivitas karyawan juga menjadi kurang produktif.
Bagi perusahaan yang menjadi provider mungkin tidak terasa dan tidak menjadi masalah dalam pikiran mereka masih banyak yang lain yang mau ambil proyek yang mereka berikan. Berbeda dengan kondisi Main Contractor Sub Contractor atau Freelencer pekerja Telekomunikasi yang akan berakibat kebangkrutan.
Hal ini terjadi saat ini dan sampai kapan akan berubah dan menjadi baik nilai kontrak maupun sistem pembayaran proyek telekomunikasi di Indonesia.
Hal ini peran regulasi sangat diperlukan baik pengawasan maupun tidak terhadap perusahaan perusahaan yang melakukan hal tersebut baik memberikan proyek dengan nilai yang tidak layak maupun sistem pembayaran yang sering molor maupun termin pembayaran yang begitu panjang baik waktu mau terminnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar